BPPKP Kab Magelang

Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kab. Magelang, email: bppkpmagelang@gmail.com

PENYULUH ADALAH BEGAWAN




PENYULUH ADALAH BEGAWAN




Oleh:
Ir. Tri Wardoyo
 

BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN (BPPKP)
KABUPATEN MAGELANG

Lembar Persetujuan


Buku berjudul penyuluh adalah begawan ini ditulis sebagai bahan bacaan bagi penyuluh dan bahan pembinaan bagi penyuluh kabupaten dalam rangka untuk meningkatkan kridibilitas seorang penyuluh khususnya di Kabupaten Magelang dan buku ini telah disyahkan oleh kepala KIPPK Kabupaten Magelang.




Kepala BPPKP Kabupaten Magelang



Ir. AGUS LIEM, MM
Pembina Utama Muda
NIP. 19580823 198803 1 001
 
 



                                     












KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah serta ijin dan ridho-Nya sehingga buku yang berjudul PENYULUH ADALAH BEGAWAN dapat tersusun.
Buku ini disusun sebagai bahan bacaan bagi para penyuluh baik penyuluh pemerintah, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dalam rangka untuk meningkatkan kridibilitasnya sehingga menjadi penyuluh yang profesional yang pada akhirnya bisa menjadi pelayan yang prima.
Menyadari sepenuhnya dengan keterbatasan pengetahuan penyusun sehingga buku ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik, masukan sangat diharapkan demi penyempurnaan buku ini
Akhirnya semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.



DAFTAR ISI

Lembar judul...................................................
Lembar persetujuan .......................................
Kata Pengantar ...............................................
Daftar isi..........................................................
BAB. I. PENDAHULUAN .....................................
BAB. II. APA SEBETULNYA TUJUAN ORANG
   HIDUP.................................................
BAB. III. SIKAP DAN PERILAKU YANG HARUS
    DIMILIKI OLEH PENYULUH..................
BAB.IV.

Kang aran pangrengkuh becik, tumrape marang wong liya, cekak kudu andhap asor, alus manis wicaranya, ngarah ngresepken manah, lamun mangkono tindakmu aran wong wruh tata krama.


 
 




BAB. I. PENDAHULUAN

Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang dicanangkan Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005, telah ditindak lanjuti oleh Departemen Pertanian dengan berbagai program dan kegiatan diantaranya Revitalisasi Penyuluhan Pertanian.
Revitalisasi Penyuluhan Pertanian telah dicanangkan oleh Mentri Pertanian pada tanggal 3 Desember 2005 di Banyuasin, Sumatera Selatan. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian akan berjalan dengan baik apabila mempunyai payung hukum yang kokoh yaitu Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Pada tanggal 18 Oktober 2006 tepatnya pada tanggal 25 Ramadhan 1427 H, telah terjadi peristiwa yang bersejarah tentunya bagi para penyuluh dan petani serta insan pertanian pada umumnya yaitu disahkannya Rancangan Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menjadi Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pada acara Rapat Paripurna DPR-RI. Momentum yang bersejarah itu juga disaksikan oleh para penyuluh yang hadir di gedung DPR-RI.
Dengan disahkannya Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan tersebut, dipandang merupakan suatu titik awal yang cerah dalam pemberdayaan para petani, khususnya oleh para penyuluh pertanian. Titik awal ini harus disyukuri dan cermati dengan baik sehingga mampu mendorong semangat untuk bekerja lebih baik.
Beberapa hal yang paling mendasar dan penting yang perlu kita cermati dalam Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan ini antara lain yang tercantum pada konsideran mengamanatkan bahwa penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara Republik Indonesia. Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Amanat Undang-Undang tersebut sangat jelas bahwa penyelenggaraan penyuluhan merupakan kewajiban pemerintah dan merupakan hak bagi petani.
Keberhasilan revitalisasi pertanian perikanan dan kehutanan (RPPK) dan revitalisasi penyuluhan penrtanian (RPP) nampaknya sangat tergantung kesanggupan, keberanian para pelaku penyuluhan untuk merevitalisasi jiwanya sebagai seorang penyuluh.
Yang menjadi pertanyaan apakah jiwanya penyuluh sudah tidak loyo?... pertanyaan ini kita kembalikan kepada masing-masing para pelaku penyuluhan. Namun berdasarkan pengamatan penulis, akibat kebijakan pemerintah yang kurang mendukung keberadaan penyuluh dimasa yang lampau menyebabkan semangat (etos kerja) para penyuluh menjadi menurun, kenyataan ini sangat diperlukan sentuhan jiwa dan pembangkitan kembali,  sehingga akan menjadi lebih ahli dalam bidangnya (baik bidang teknologi maupun ahli dalam berbicara sebagai seorang fasilitator/teknik fasilitasi), dan dalam melaksanakan tugasnya merupakan panggilan jiwa, serta dalam melaksanakan tugas selalu dilandasi moral yang utama.


Nanging lamun anggeguru kaki, amiliha manungsa kang nyata, ingkang becik martabate, sarta kang weruh ing kukum, kang ngibadah lan kang wirangi, sokur oleh wong tapa, ingkang wus amungkul, tan mikir piwewehing liyan, iya pantes sira guronana kaki, sartane kawruhana.

 
  






BAB. II. APA SEBETULNYA TUJUAN ORANG HIDUP
Setiap orang hidup didunia ini dapat dipasti mempunyai tujuan, beberapa pengalaman bagi penulis ketika menjadi fasilitator pada pertemuan pertemuan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun suasta, ketika penulis menanyakan apa tujuan hidup saudara datang di tempat pertemuan ini jawabannya sangat bervareatif dan bermacam-macam, ada yang mereka menjawab ketika datang diundang ke sebuah pertemuan agar semakin bertambah wawasan dan pengetahuannya, ada yang menjawab untuk mencari teman baru, ada yang menjawab untuk menambah penghasilan. Dan ketika penulis menanyakan apa tujuan orang hidup jawabnya juga bermacam-macam, ada yang menjawab hidup adalah untuk beribadah menyebah kepada-Nya, ada yang menjawab untuk berbuat amal kebaikan sebanyak-banyaknya, ada yang menjawab untuk mencari harta untuk memberinafkah kepada anak dan istri dan masih banyak jawaban lain.
Tapi kalu disimpulkan menurut penulis ternyata tujuan orang hidup itu untuk mencari kedamaian lahir batin baik dudunia sampai diakherat nati, orang jawa mengatakan “Gesang menika estunipun namung kepingin ngupadi raharjaning manah wiwit kawitan prapteng ndelahan mengkone”
Untuk mencapai pucak tujuan orang hidup memang tidak mudah, harus berupaya dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan dan mengerahkan seluruh potensi yang ada namun juga harus dipahami tidak melanggar aturan-aturan kejadian yang ada. “Ora ana Jangka kang jinangka tanpa jangkah, lamun jumangkah kudu nganggo waton lan wewarah”
Bagi kehidupan di Pulau Jawa Terutama di jawa tengah ini ada budaya yang melekat dan mendarah daging setiap akan mempunyai hajat baik itu mendirikan rumah, mau punya gawe mantenan, supitan dan lain-lain sering didahului dengan kegiatan yang dinamakan Wilujengan atau selamatan
Salah satu uborampe atau sarana dalam selamatan itu ada barang nasi yang dibuat (dientha) gunung yang orang jawa mengatakan bucu atau tumpeng. Tumpeng ada yang mengartikan metune ben mempeng, mentune yen wis mempeng.
Kalu kita cermati bentuk dari pada tumpeng, ada yang mengarah keatas atau vertikal dan ada yang mengarah mendatar (horizontal)
VERTIKAL





 



                                         HORIZONTAL
Sesepuh orang Jawa mengatakan ”lamun jeneng sira kepingin raharja uripe wiwit kawitan prapteng ndelahan mengkone jeneng siro kudu ngerti lan nglakoni maknane bucu”  artinya kalau anda ingin hidup sejah tera lahir batin di dunia dan akherat maka anda harus memahami dan melaksanakan makna yang ada dalam tumpeng.
Arah vertikal mempunyai makna hubungan antara hamba dan sang pencipta, hamba dengan sang khaliq (habluminalloh), sedangkan yang horisontal mempunyai makna hubungan antara hamba dan hamba (habluminanas).
Kalau setiap manusia bisa menjalankan kedua hal tersebut dengan baik sesuai dengan agamanya masing-masing maka dapat dipastikan kalu hidupnya akan memperoleh kebahagian di dunia dan di akherat.
Kebahagiaan seseorang tidak bisa dipandang atau diukur dari salah satu sisi saja, melainkan harus dilihat dari kedua duanya.
Prinsip dalam horizontal adalah bahwa hidup ini untuk mencari saudara yang sebanyak-banyaknya, dan menghindari atau brupaya jangan ada satu orangpun yang menjadi musuh, seperti apa yang pernah disamapaikan mantan presiden Republik Indonesia Abdulrahman Waqid bahwa saudara seribu itu masih sangat sedikit, musuh satu itu sudah terlalu banyak.Untuk mencari Saudara yang sebanyak banyaknya itu tidak mudah artinya setiap orang harus mampu meningkat kridibilitasnya agar bisa lebih banyak mendarmakan hidupnya dan dapat diterima oleh pablik disemua tempat, ” Tiyang gesang kedang mbudidaya ngindhakaken bobot sikebing agesang murih saget katampi ing sadhengah jagat ”
Orang hidup apabila bisa diterima dimana berada baik ketika ada di kantor (bagi karyawan, karyawati), di terminal, dilingkungan RT, RW dan sebagainya maka orang akan bahagia hidupnya karena segalanya akan menjadi lebih ringan dan mudah dalam menyelesaikan permasalahan.
Penyuluh adalah salah satu figur seorang begawan artinya harus bisa



Nganggoa ngelmuning pari, murakabi ing bebrayan, wong sadonya butuhake, saya mentes saya ngrebda, sujud mring kang amurba, tumungkul amarikelu, jiwa raga srah pinurba.

 
 












BAB. III. SIKAP DAN PERILAKU YANG HARUS DIMILIKI OLEH PENYULUH
Penyuluh adalah sebagai abdi masyarakat khususnya bagi masyarakat tani, penyuluh bukan bukan majikan (bendara) prinsip ini yang harus dipahami agar bisa menjadi penyuluh yang baik, sehingga semua aktivitas yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya harus patuh dan tunduk kepada yang dilayani.
Hal ini sangat penting terutama dalam proses perencanaan, sebagai ilustrasi ketika sebuah rumah tangga yang terdiri dari bapak, ibu, anak dan pembantu, apabila dalam merancang kebutuhan dan kegiatan yang merancang dan menentukan pembantunya maka mungkin keluarga tersebut akan menjadi Kacau.
Begitu juga suatu negara, apabila semua kegiatan yang akan dilaksanakan yang menetukan hanya orang-orang yang meduduki jabatan tanpa melibatkan rakyatnya (bendaranya) maka negara tersebut akan sulit untuk maju, karena belum tentu program tersebut bisa dilaksanakan dan diterima oleh masyarakat.
Demikian juga dalam dunia penyuluhan hendaknya perencanaan dilaksanakan dengan melibatkan segenap komponen masyarakat khususnya petani sebagai pelaku usaha dan pelaku utama, sehingga program yang akan dilaksanakan akan sesuai dengan yang dikehendaki oleh masyarakat pertanian.
Untuk menjadi penyuluh yang baik maka harus memiliki sikap dan perilaku yang  baik, sikap dan perilaku tersebut meliputi: tepa, tresna, kumawula, sembada, momat, momang, momar, mursit lan murakabi.
A.           TEPA
Tepa = sirik ing kadurakan, bisa manunggalke pangucap lan pakarti, jumbuhake utusaning batin kang cumetha ing lahire.
Penyuluh harus jujur, apa adanya, terus terang, terbuka, konsisten, tidak dibuat – buat.
penyuluh  hendaknya jangan memberi contoh, tetapi selalu berusaha untuk menjadi contoh.
Apa yang diucapkan dan yang dikerjakan  serta yang dirasakan tidak bertolak belakangan, dan bisa mencerminkan diri yang sebenarnya.
Sebagai penyuluh pantang memberikan informasi yang tidak benar, jangan sekali-kali memberikan penjelasan yang belum jelas kebenarannya baik yang menyangkut informasi teknologi, pasar dan informasi yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penyuluh hendaknya secara terus meningkatkan pengetahuannya dengan cara membaca, mendengar dan bertanya tentang perkembangan teknologi yang setiap saatnya selalu berkembang, apabila hal ini dilakukan maka penyuluh tidak akan ketinggal tentang informasi dan selalu percaya diri didepan petani.
B.           TRESNA
Tresna = tansah mamrih ing karukunan, tansah handarbeni rasa wajib nyawiji datan mawas sawenehing pakaryan, kewasissan, drajat pangkat, bangsa lan agama.
Penyuluh yang baik adalah yang bisa menciptakan kerukunan menjaga kesatuan dan persatuan, tidak membeda mbedakan pekerjaan, kedudukan, pendidikan, agama dll.
Perlu diingat peserta didik penyuluh dalam suatu kelompok petani biasanya sangat heterogen: jenis kelaminnya, usahanya , dasar pendidikannya, kebudayaannya, pengalamannya, kecerdasannya, kemudian ada yang aktif, ada yang pasif.
Ketika penyuluh baru melaksanakan pertemuan dalam rangka pembelajaran hindari diskriminatif / membeda bedakan, karena tindakan ini akan menimbulkan dominasi pembicaraan.

C.           KUMAWULA
Kumawula = Ngerti ing wajib, tansah handarbeni rasa wajib sumembah mring pangeran kanthi lantaran sholat sembahyang apa dene panyuwunan manut kapercayane dewe - dewe.
Seorang penyuluh wajib menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianut masing – masing, selalu ingat bahwa hidup ini ada yang mencipta atau menghidupkan.
Semua kejadian yang ada di dunia ini adalah atas kehendaknya, manusia diwajibkan utuk berusaha lahir dan batin sedangkan hasilnya akan ditentukan oleh Tuhan yang Maha Esa.



D.           SEMBADA
Sembada = tan mingkuh salwiring kewuh
Penyuluh harus tekun, tatag, tangguh, dan penuh tanggung jawab.

E.           MOMONG
Mamong = suka hangladeni nara demen ing ladenan.
Penyuluh akan menjadi juru ladi akan menjadi pelayan masyarakat tidak akan dilayani oleh masyarakat.
Untuk bisa menjadi pelayan yang baik harus tahu kehendak yang akan dilayani untuk itu pemandu harus: BERFIKIR DAN MERASAKAN SEPERTI PESERTA
Biarkan diri anda menyatu dalam pengalaman dan kehidupan sehari hari para peserta “ Bisa manjing ajur ajer mring bebrayan”

F.            MOMOR
Mamor = gampil ing pasrawungan
Seorang penyuluh harus mudah dikenal, dapat bergaul dengan masyarakat / yang akan di fasilitasi.
Penyuluh tidak angkuh, sehingga akan disegani, mengakui kehadiran orang lain,  tidak menonjolkan diri, tidak mengguruhi.
Karena sikap mengguruhi dapat dirasakan sebagi meremehkan ingat petani adalah orang – orang yang kaya dengan pengalaman lapangan. 

G.           MOMOT
Mamot = mboten gampil serik lamun cinacat saha mboten bombong kalamun kaalembana.
Tidak mudah tersinggung dan sakit hati kalau dikritik dan tidak mudah terbui oleh pujian. Karena orang yang mudah terbuai dengan pujian akan melemahkan dirinya.
Respek = mempunyai pandangan positif terhadap setiap ucapan, ungkapan, respon dari peserta. Menghormati perasaan, pengalaman dan pendapat orang lain.
Membuka diri = Menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran konsep dan pengalaman sendiri.
Tidak memutuskan pembicaraan = dengarkan dengan penuh perhatian setiap pembicaraan orang lain. Jangan diputus hanya karena anda merasa bosan.
Sebagai penyuluh tidak terpancing untuk menjawab sendiri segala pertanyaan, dorong dan beri kesempatan peserta lain untuk menjawab.


H.           MURSID
Mursit = lantip ing panggraito
Sebagai penyuluh berusaha untuk cerdas dan analitis, tanggap terhadap swasana. Untuk bisa mempunyai sifat ini penyuluh harus kaya tentang data yang ada diwilayahnya baik yang menyakut sumberdaya Manusia, sumberdaya alam, sumberdaya sosial, sumberdaya ekonomi, sumberdaya buatan yang ada diwilayahnya

I.            MURAKABI
Murakabi = tansah hanengenaken mring kabetahaing tiyang sanes.
Mengutamakan kepentingan / kebutuhan orang lain. Sifat ini sangat penting bagi penyuluh untuk bisa membedakan antara kepentingan individu, keluarga dan kepentingan dinasnya.
Text Box: Wektu sing wis kepungkur iku tangisana nganti ndomble kacang iralawe dele gasang ora bakal bali, ing mangka sing sapa ora bisa nggunakake wektu kanthi apik wong mau kalebu golongane wong kapitunan

Ketika kita akan mentranfer teknologi kepada petani yang memerlukan adanya pertemuan kelompok, tentunya kita tidak bisa menetukan waktu pertemuan, waktu pertemuan yang baik adalah diserangkan kepada para petani, seandainya petani bisanya pertemuan malam tentunya seorang penyuluh juga harus bisa menghadiri pada malam hari.
Text Box: Ora ana jangka kang jinangka tanpa jangkah, jroning jumangkah nganggowa wewaton lan wewarah.Menghadirkan diri secara penuh, siap menertai dan mendampingi peserta dalam segala keadaan. Melibatkan diri dalam suka dan duka para peserta.






BAB. IV PENYULUH BEGAWAN HARUS MEMILIKI WAHYU MAKUTHA RAMA
Agar penyuluh dapat diterima dan sekaligus menjadi panutan masyarakat petani pelaku utama dan pelaku usaha maka seorang penyuluh harus memahami dan menjiwai tentang wahyu Makutha Rama
Arti dari Wahyu Sri Makutha Rama, wahyu itu adalah merupakan suatu anugrah yang tumbuh dari keseriusan dan kejujuran setiap orang dalam berusaha (wahyu iku kang tuwuh saka temening pangudi), Sri merupakan gelar seorang Nalendra/Raja, makutha adalah salah satu perlengkapan busana seorang ratu/raja (makutha kuwi agemaning ratu), Rama adalah nama raja di kerajaan Pancawati yaitu Prabu Rama.
          (Swargi prabu rama nalika samana widagda mangreh sak isining jagat, ora ngemungake para manungsa sanajan satuana wiwit sakehing ngadek rumangkang gemremet kabeh bisa suyut, sumujut, sumengkem lahir trusing batin, karana prabu rama ora pisah pabegan walung perkara)
          Delapan perilaku utama meliputi: Surya (matahari), Candra (bulan), Karttika (bintang), Himanda (awan), Bumi (tanah), Geni (api), Banyu (air), Angin (udara). Selanjutnya delapan hal tadi disebut ” Hasta Brata ”  Hasta berarti delapan Brata artinya perilaku yang baik (utama).

A.           SURYA (MATAHARI)
Madhangi jagat sarta hanguripi
Surya mengku daya panguasa bisa madhangi sakisining jagat lan surya hanguripi sadhengah sarta sakalir ora ngemungake para manungsane kabeh kalebu tanem tuwuh nggone bisa lumagang kang sarta hamekar, bisa lumadi uripe ana ing madya pada uga kasongan sarta kena daya panas saka sorote sang whyang surya.
dene pabegane para satria lan narendra uga nulata lekasing sang wyang surya, ora ngemungake gawe pepadhang atine para kawula dasih, nanging kudu ana dhasar wani anguripi, tetulung marang kang cingkrangan, bebantu marang wong kang karepatan, ngayomi marang kang karibetan, nuduhke dalan dalan kang anjok marang kautaman, ora singlar saka adeg-adeging kasucen.
Matahari bersifat menerangi. Seseorang yang berwatak matahari akan selalu menjadi penerang di antara sesama sebagaimana watak Bathara Surya. Mampu menyirnakan segala kegelapan dalam kehidupan. Kapanpun dan di manapun ia akan selalu memberikan pencerahan kepada orang lain. Matahari juga menghidupi segala makhluk hidup baik tumbuhan, hewan dan manusia. Manfaat matahari menjadi penghangat suhu agar tidak terjadi kemusnahan massal di muka bumi akbiat kegelapan dan kedinginan. Seseorang yang berwatak matahari, ia menjadi sumber pencerahan bagi kehidupan manusia, serta mampu berperan sebagai penuntun, guru, pelindung sekaligus menjalankan dinamika kehidupan manusia ke arah kemajuan peradaban yang lebih baik. Sikap dan prinsip hidup orang yang berwatak matahari, ia akan konsisten, teguh dalam memegang amanat, ora kagetan (tidak mudah terkaget-kaget), ora gumunan (tidak gampang heran akan hal-hal baru dan asing).
Seseorang watak matahari ibarat perjalanan matahari yang berjalan pelan dalam arti hati-hati  tidak terburu-buru (kemrungsung), langkah yang pasti dan konsisten pada orbit yang telah dikodratkan Tuhan (istikomah). Lakuning srengenge, seseorang harus teguh dalam menjaga tanggungjawabnya kepada sesama. Tanggungjawabnya sebagai titah (khalifah) Tuhan, yakni menetapkan segala perbuatan dan tingkah laku diri ke dalam “sifat” Tuhan. Tuhan Maha Mengetahui; maka kita sebagai titah Tuhan hendaknya terus-menerus berusaha mencari ilmu pengetahuan yang seluas-luasnya dan setinggi-tingginya agar ilmu tersebut bermanfaat untuk kemajuan pradaban manusia, menciptakan kebaikan-kebaikan yang konstruktif untuk kemaslahatan semua orang dan menjaga kelestarian alam sekitarnya.

B.           CANDRA (BULAN)
Candra iku rembulan, rembulan maweh daya pepadhang jroning ratri.
padang jingglang bisa maweh daya adem lan jinem, nanging uga dadi cecoloking laku, dadya oboring lelakon. Mangkono mungguhing salokane para satria narendra, nulata lekasing sang whyang condra. Peteng gagapana, endi kang dadi pepeteng sirnakno, sarana sengsemingrasa adhedhasar gelem korban kang sepi ing pamrih. Yen tetelo mangkono kang padha nampa parintah nggone nggugu ora mandheg nuninggih dhateng sendika nanging hanrusing batin, apa kang cinandhak kacakup apa kang ditindakake bisa rampung.
Candra atau rembulan, berwatak memberikan penerang kepada siapapun yang sedang mengalami kegelapan budi, serta memberikan suasana tenteram pada sesama. Rembulan membuat terang tanpa membuat “panas” suasana (dapat ikannya, tanpa membuat keruh airnya). Langkah rembulan selalu membuat sejuk suasana pergaulan dan tidak merasa diburu-buru oleh keinginannya sendiri (rahsaning karep). Watak rembulan menggambarkan nuansa keindahan spiritual yang mendalam.  Selalu  eling dan waspadha, selalu mengarahkan perhatian batinnya senantiasa berpegang pada harmonisasi dan keselarasan terhadap hukum alam (arab; kehendak ilahi/musyahadah). Lakuning rembulan, seseorang mampu “nggayuh kawicaksananing Gusti” artinya mampu memahami apa yang menjadi kehendak (kebijaksanaan) Sang Jagadnata. Setelah memahami, lalu kita ikuti kehendak Tuhan menjadi sebuah “laku tapa ngeli” artinya kita hanyutkan diri pada kehendak Ilahi. Witing klapa salugune wong Jawa, dhasar nyata laku kang prasaja.
Orang yang berwatak rembulan, selalu mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang tampak dalam berbagai “bahasa” alam sebagai pertanda kebesaran Tuhan. Bulan purnama menjadi bahasa kebesaran Tuhan yang indah sekali. Orang-orang tua dan anak-anak zaman dahulu selalu bersuka ria saat merayakan malam bulan purnama. Karena menyaksikan keindahan malam bulan purnama, bagai membaca “ayat-ayat” Tuhan, mampu menggugah kesadaran batin dan akal-budi manusia akan keagungan Tuhan. Sayang sekali kebiasaan itu sudah dianggap kuno, kalah dengan hiburan zaman modern yang kaya akan tawaran-tawaran hedonis. Bahkan secara agama, kebiasaan merayakan “padhang mbulan“ oleh orang-orang tertentu dianggap sebagai tradisi yang sia-sia karena tidak menimbulkan pahala. Padahal bulan purnama memiliki khasiat lain sebagai media terapi lahir dan batin di saat terjadi berbagai kegelisahan jiwa. Sinar bulan purnama sangat baik untuk mengobati segala macam penyakit dengan cara menjemur diri di bawah sinar bulan purnama. Apalagi disertai dengan semedi sebagai wahana olah raga dan olah rasa. Itulah mengapa leluhur kita zaman dahulu melakukan semadi pada saat datangnya bulan purnama.

C.           KARTIKA
Kartika iku tegese lintang, lintang dadi kekembanging antoriksa.
mangkono mungguh satria apa dene narendra, tingkah - laku, muna – muni, tandang – tanduk, solah bawa sarawung tetepa dadi kekembanging para manungsa. Dene dayane kembang mau bisa pinundi, bisa rinonce, bisa kinarya cecundhuk, nanging bisa kinarya pepasren. Dene paedahe para satria narendra ucape gampang digugu, parentahe gampang dituhoni, lumadining srawung bakal kajen kelingan.
Kartika atau bintang berwatak selalu mapan dan tangguh, walaupun dihempas angin prahara (sindhung riwut) namun tetap teguh dan tidak terombang-ambing. Sebagaimana watak Bathara Ismaya, dalam menghadapi persoalan-persoalan besar tidak akan mundur selangkahpun bagaikan langkahnya Pendawa Lima. Sifat Bethara Ismaya adalah tertata, teratur, dan tertib. Mampu menghibur yang lagi sedih, dan menuntun orang yang sedang mengalami kebingungan, serta menjadi penerang di antara kegelapan. Seseorang yang mengadopsi perilaku bintang, akan memiliki cita-cita, harapan dan target yang tinggi untuk kemakmuran dan kesejahteraan tidak hanya untuk diri sendiri namun juga orang banyak. Maka sebutan sebagai “bintang” selalu dikiaskan dengan suatu pencapaian prestasi yang tinggi. Posisi bintang akan memperindah kegelapan langit di malam hari. Orang yang berwatak bagai bintang akan selalu menunjukkan kualitas dirinya dalam menghadapi berbagai macam persoalan kehidupan.

D.           HIMANDA
Himanda tegese mendhung, mendhung iku duweni watak adil.
yen wis wancine tumiba mendhung dadi udan, ora mawas papan, nadyan ngungkulana gunung, ngungkulana alas, ngungkulana kutha, ngungkulana praja, udan mesti tumiba, dene mangkono dadi sanepane para ambeg adil, para kang ngasta jejeging adil, aja nganggo ndadak nganggo mawas sanak kadang pawang mitra, sapa wae kang wajib nampa adil kudu diadili kang murwat adhedhasar hukum sarta nganggoa landhesan pidana.
Akasa atau langit. Bersifat melindungi atau mengayomi terhadap seluruh makhluk tanpa pilih kasih, dan memberi keadilan dengan membagi musim di berbagai belahan bumi. Watak langit ini relatif paling sulit diterapkan oleh manusia zaman sekarang, khususnya di bumi nusantara ini. Seorang pemimpin, negarawan, politisi, yang mampu bersikap tanpa pilih kasih dan bersedia  mengayomi seluruh makhluk hidup, merupakan tugas dan tanggungjawab yang sangat berat. Apalagi di tengah kondisi politik dan kehidupan bermasyarakat yang cenderung mencari benarnya sendiri, mencari untungnya sendiri, dan mencari menangnya sendiri. Tidak jarang seseorang, atau wakil rakyat yang hanya memperjuangkan kepentingan partainya saja, bukan kepentingan bangsa. Bahkan anggota legislatif, pimpinan masyarakat, para aktor intelektual, pemuka spiritual terkadang tak menyadari sedang mengejar kepentingannya sendiri, atau kepentingan kelompoknya saja. Orang-orang di luar diri atau kelompoknya dianggap tidak penting untuk diayomi. Orang yang berbeda peristilahan, bahasa, budaya, adat istiadat, dan tradisi sekalipun sebangsa dan setanah air, tetap saja  diasumsikan sebagai orang yang tak perlu di bela dan dilindungi. Bahkan orang-orang tersebut  dianggap sesat, pembual, pembohong, penipu. Prasangka-prasangka negatif ini sangat bertentangan dengan watak akasa. Akasa atau langit akan melihat secara gamblang beragamnya persoalan kehidupan di muka bumi ini. Kewaskitaan akasa seumpama mata satelit, ia akan menyaksikan bahwa ternyata di atas bumi ini terdapat ribuan bahkan jutaan jalan spiritual menuju satu titik yang sama, meskipun jalan yang ditempuh sangat beragam dan berbeda-beda. Maka watak langit tak suka menyalahkan orang lain, tak suka menghujat sesama,  tak suka memaki dan mengumpat sekalipun terhadap orang yang memusuhinya. Itulah watak langit, sebagaimana terdapat pada Bethara Indra. Justru terhadap semua manusia apapun watak, dan bagaimanapun sikapnya Bethara Indra akan selalu ngemong sesama, mampu mengelola watak mengalah, mampu menahan diri, meredam emosi, dan membimbing seluruh makhluk hidup dengan cara yang penuh dengan kasih sayang. Dalam manajemen perilaku Jawa, sikap ini selalu diutamakan terutama dalam pasamuan, bebrayan (bermasyarakat), pertemuan, diskusi, dan dalam berbagai pergaulan. Maka watak Jawa menuntut perilaku hambeg utama, lumuh banda, luhur dalam budi pekerti atau solah (perilaku jasad) dan bawa (perilaku batin). Sedangkan terhadap yang masih bodoh, sikapnya tiada pernah mempermalukan dan meremehkan. Itulah watak Bathara Indra, sebagai watak akasa atau langit. Sayang sekali, watak ini sudah terkena polusi “watak asing” yang menjadikan seseorang tidak canggung mencaci orang lain yang berada di luar kelompoknya, dan menyalahkan orang yang tak sepaham dengannya. Salah satu sikap, bila ingin mengaplikasi watak Bathara Indra, bilamana kita berangkat dengan kesadaran bahwa ilmu pengetahuan yang kita kuasai seumpama  sebutir debu yang beterbangan, maka kita tak akan pernah memiliki watak merasa paling benar dan pandai. Karena rahasia ilmu yang terdapat di jagad raya ini adalah sebanyak debu yang ada di seluruh alam semesta.

E.            BUMI
Bumi kuwi ambeging lumuh kapotangan.
Najan katiban wiji jagung dhukule uga jagung, yen wiji pari thukule yo pari lan bumi watake mamot lan kamot. Tegese kamot di enciki apa wae ora ngemungake manungsa sanajanta gunung ana ing bumi mboten nate kapireng sambate, mamot tegese bisa madhahi sekalir ingkang kumelit. Mangkono panjenengane narendra apa dene satria kudu kerep ngrungakake sesambate para kawula dasih, aja amung sarana mandeng awit saka nampa pradul nanging kudu cetha lan trawaca, yenta satria narendra anggung nggenya padha midhangetake suwararing para kawula dasih, sarana nawur kawula dadi sarwa cetha kang sarwa gamblang wekasane bisa mamot lan kamot.
Digambarkan watak Bethara Wisnu sebagai karakter bumi yang memiliki sifat kaya akan segalanya dan suka berderma. Pemimpin yang mengikuti sifat bumi adalah seseorang yang memiliki sifat kaya hati. Dalam terminologi Jawa kaya hati disebut sabardrono, ati jembar, legawa dan lembah manah. Rela menghidupi dan menjadi sumber penghidupan seluruh makhluk hidup. Bumi secara alamiah juga berwatak melayani segala yang hidup. Bumi dengan unsur tanahnya bersifat dingin tidak kagetan dan gumunan, sebaliknya bersifat luwes (fleksibel) mudah adaptasi dengan segala macam situasi dan kondisi tanpa harus merubah unsur-unsur tanahnya. Maknanya, sekalipun seseorang bersifat mudah adaptasi atau fleksibel namun tidak mudah dihasut, tak mempan diprovokasi, karena berbekal ketenangan pikir, kebersihan hati, dan kejernihan batinnya dalam menghadapi berbagai macam persoalan dan perubahan.
Bumi juga selalu menempatkan diri berada di bawah menjadi alas pijakan seluruh makhluk. Artinya seseorang yang bersifat bumi akan bersifat rendah hati, namun mampu menjadi tumpuan dan harapan orang banyak. Sifat tanah berlawanan dengan sifat negatif api. Maka tanahlah yang memiliki kemampuan efektif memadamkan api. Api atau nar, merupakan ke-aku-an yang sejatinya adalah “iblis” yakni tiada lain nafsu negatif dalam diri manusia. Seseorang yang bersifat bumi atau tanah, tidak akan lepas kendali mengikuti jejak nafsu negatif.
Bumi dalam hukum adi kodrati memiliki prinsip keseimbangan dan pola-pola hubungan yang harmonis dan sinergis dengan kekuatan manapun. Namun demikian, pada saat tertentu bumi dapat berubah karakter menjadi tegas, lugas dan berwibawa. Bumi dapat melibas kekuatan apapun yang bertentangan dengan hukum-hukum keseimbangan alam. Seseorang yang memiliki watak bumi, dapat juga bersikap sangat tegas, dan mampu menunjukkan kewibawaannya di hadapan para musuh dan lawan-lawannya yang akan mencelakai dirinya. Akan tetapi, bumi tidak pernah melakukan tindakan indisipliner yang bersifat aksioner dan sepihak. Karena ketegasan bumi sebagai bentuk akibat (reaksi) atas segala perilaku disharmoni.


F.            GENI
Geni kuwi nduwe watak pambrastha.
Mbrasta apa wae kang nyulayani angger-anggering bawana ageng. Mangkono para satria narendra kudu wani hanemah satru angkara memalaning jagat kang bakal handeder kerusakan, kang bakal gawe dardah, sarta kang tansah gawe unar ana jroning bebrayan.
Agni atau api atau dahana. Yang diambil adalah sisi positif dari watak api yakni Bathara Brahma. Watak api adalah mematangkan dan meleburkan segala sesuatu. Seorang yang mengambil watak api akan mampu mengolah semua masalah dan kesulitan menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Ia juga bersedia untuk melakukan pencerahan pada sesama yang membutuhkan, murah hati dalam mendidik dan menularkan ilmu pengetahuan kepada orang-orang yang haus akan ilmu. Mematangkan mental, jiwa, batin sesama yang mengalami stagnansi atau kemandegan spiritual. Api tidak akan mau menyala tanpa adanya bahan bakar. Maknanya seseorang tidak akan mencari-cari masalah yangbukan kewenangannya. Dan tidak akan mencampuri urusan dan privasi orang lain yang tidak memerlukan bantuan. Api hanya akan melebur apa saja yang menjadi bahan bakarnya. Seseorang mampu menyelesaikan semua masalah yang menjadi tanggungjawabnya secara adil (mrantasi ing gawe). Serta tanpa membeda-bedakan mana yang mudah diselesaikan (golek penake dewe), dan tidak memilih berdasarkan kasih (pilih sih) , memilih berdasarkan kepentingan pribadinya (golek butuhe dewe).

G.           BANYU
Banyu iku dadi panguripan.
Ing ngendi endi papan ana banyu mesti ana panguripan, yo sanadyan pucuking nggunung, yo sanadyan tepining samodra, yo sanadyan papan ngenthak-enthak dadi bulak, nanging yen ing kono ana banyu sayekti ana panguripan, dene kang tak sebut panguripan ing kene ora mung makluk ingkang asifat manungsa kalebu uripe kutu-kutu walang ataga apadene uripe sagung thethukulan. Lumadining para satria narendra kudu bisa nguripi ing sadhengah sapawae kang wajib diuripi.
Mengambil sisi positif dari watak maruta. Tirta atau air berwatak selalu rendah hati dalam perilaku badan (solah) dan perilaku batin (bawa) atau andhap asor. Selalu menempatkan diri pada tempat yang rendah, umpama perilaku dinamakan rendah hati (lembah manah) dan sopan santun (andhap asor). Orang yang berwatak air akan selalu rendah hati, mawas diri, bersikap tenang, mampu membersihkan segala yang kotor. Air selalu mengalir mengikuti lekuk alam yang paling mudah dilalui menuju samodra. Air adalah gambaran kesetiaan manusia pada sesama dan pada kodrat Tuhan. Air tidak pernah melawan kodrat Tuhan dengan menyusuri jalan yang mendaki ke arah gunung, meninggalkan samodra. Orang yang berwatak air, perbuatannya selalu berada pada kehendak Tuhan, jalan yang ditempuh selalu diberkahi Gusti Kang Murbeng Dumadi. Sehingga watak air akan membawa seseorang menempuh jalan kehidupan dengan irama yang paling mudah, dan pada akhirnya akan masuk kepada samodra anugrah Tuhan Yang Maha Besar. Tapi jangan mengikuti watak air bah, tsunami, lampor, rob, yang melawan kodrat Tuhan, perbuatan seseorang yang menerjang wewaler, religi, tatanan sosial, tata krama, hukum positif, serta hukum normatif.
Berwatak air, akan membawa diri kita dalam sikap yang tenang, tak mudah stress, tidak mudah bingung, tidak gampang kagetan, lemah-lembut namun memiliki daya kekuatan yang sangat dahsyat. Sikap kalem tidak bertabiat negatif. Namun hati-hatilah karena orang sering merasa sudah mengikuti watak air, namun tidak menyadari yang diikuti adalah air bah, maknanya adalah watak cenderung membuat kerusakan, diburu-buru, tanpa perhitungan, asal ganyang, buta mata akan resiko, yang penting gasak dulu, urusan dipikir dibelakang (pecicilan/pencilakan/cenanangan/jelalatan).

H.           ANGIN
Angin tegese bisa manjing ajur ajer. rehning cacahe para kawula mau, kadhapuk ana pirang-pirang perangan, ya ana kang adrajat brahmana, ya ana kang adrajat wesia, ya ana kasta sudra, tetela kang wis padha ngluguhi kastane dhewe-dhewe mau, para narendra ya satria kudu mamet prana hangenaki tyasing sasama.
Para brahmana bakal anteng nggone memuja semedi yen kaayoman dening katentreman, para waesia bakal lumadi nggone nindakake pakaryaning nakudha yen ta kaayoman ing katentreman, mangkono uga para sudra bakal bisa bungah-bungah rasane yento ing ngayoman dening katentreman.
Maruta atau angin atau udara. Mengambil sisi positif dari watak angin Bathara Bayu. Angin memiliki watak selalu menyusup di manapun ada ruang yang hampa, walau sekecil apapun. Angin mengetahui situasi dan kondisi apapun dan bertempat di manapun. Kedatangannya tidak pernah diduga, dan tak dapat dilihat. Seseorang yang berwatak samirana atau angin, maknanya adalah selalu meneliti dan menelusup di mana-mana, untuk mengetahui problem-problem sekecil apapun yang ada di dalam masyarakat, bukan hanya atas dasar kata orang, katanya, konon, jare, ceunah ceuk ceunah. Watak angin mampu merasakan apa yang orang lain rasakan (empati), orang berwatak angin akan mudah simpati dan melakukan empati. Watak angin sangat teliti dan hati-hati, penuh kecermatan, sehingga seorang yang berwatak angin akan mengetahui berbagai persoalan dengan data-data yang cukup valid dan akurat. Sehingga menjadi orang yang dapat dipercaya dan setiap ucapannya dapat dipertanggungjawabkan.

KEDALAMAN MAKNA HASTA BRATA
Kebulatan dalam menerapkan Hasta Brata dapat menumbuhkan sikap dan tekad bulat menetapkan diri pada kodrat Gusti Kang Akarya Jagad serta menjauhkan diri dari segala sikap berseteru dengan Tuhan, sebaliknya selalu eling dan wasadha, dapat menselaraskan antara ucapan dengan perbuatan. Selalu mengutamakan sikap sabar dalam menghadapi semua kesulitan dan penderitaan, berpendirian teguh tidak terombang-ambing oleh keadaan yang tidak menentu, tidak bersikap gugon tuhon atau anut grubyug (taklid), ela-elu, sikap asal–asalan. Pikiran kritis, hati yang bersih, batin yang selalu bening tidak berprasangka buruk, serta tidak mencari-cari keburukan orang lain. Bersikap legawa dan menerima apa adanya akan hasil akhir (qona’ah) terhadap apa yang diperolehnya. Dengan tetap memiliki semangat juang dan selalu berusaha tanpa kenal putus asa.

Dimilikinya watak, sifat, karakter, tabiat sebagaimana terangkum dalam Hasta Brata yang dapat membuka “olah rasa” untuk selalu eling mampu berkecimpung dalam pergaulan luas dan segala tatanan masyarakat. Pasrah dengan bersandar pada kecermatan fikir dan kebersihan nalar. Untuk mengupayakan jalan hidup agar tidak keluar dari rambu-rambu dalam mewujudkan harapan, serta menciptakan ketenteraman, keselamatan dan kesejahteraan bersama. Demikianlah nilai-nilai kepemimpinan yang terkandung di dalam falsafah Hasta Brata yang menjadi pusaka pegangan Prabu Rama Wijaya dan Prabu Sri Bethara Kresna sewaktu jumeneng raja di tlatah Ayodya Pala.  Yang diwejangkan juga kepada Raden Arjuna.

Ada tiga nilai terpenting yang dapat dijadikan benang merah :
Pertama; pola kepeminpinan Prabu Rama Wijaya dan Prabu Sri Bathara Kresna yang menjadi nilai-nilai luhur dan patut menjadi teladan bagi siapapun yang menjadi pemimpin bangsa ini. Beliau berdua mampu memimpin negara dengan adil dan bijaksana, sehingga nama keduanya sangat harum di mata rakyatnya.
Kedua; walaupun bertemakan kepemimpinan, namun nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya dapat menjadi teladan siapapun, sekalipun bukan pimpinan negara, karena setiap manusia minimal menjadi pemimpin atas dirinya sendiri. Bila seseorang mampu menghayati dan mengamalkan pusaka Hasta Brata pastilah akan menemukan keharmonisan dalam kehidupan dan pergaulan masyarakat.
Ketiga; bila kita meneladani kedelapan bagian dari jagad raya tersebut berarti kita memasuki wilayah spiritual yang bernilai religiusitas tinggi. Membaca tanda-tanda alam sama halnya memahami kegungan Tuhan. Ibarat membaca ayat-ayat Tuhan yang tersirat dalam bahasa kebijaksanaan kodrat alam. Umpama kalimat tanpa tulisan, papan tulis tanpa ada tulisan. Dapat juga dipersonifikasikan sebagai “tapaking kuntul anglayang”.

MAKNA TAK TERTULIS
Alam semesta beserta seluruh tanda-tandanya sebenarnya merupakan ayat yang tersirat. Jika mau jujur, lihat dan cermatilah kebijaksanaan yang tampak dalam bahasa alam tiada nilai yang bertentangan atau bersinggungan dengan ayat kitab suci manapun. Ini cukup membuktikan bahwa ilmu Tuhan teramat luas tiada batasnya.

Jika anda ingin melihat BUKTI (bukan sekedar tulisan) kebesaran Tuhan, maka lihatlah tanda-tanda menakjubkan yang terdapat dalam ruang-ruang jagad raya. Pergilah ke gunung, ke pantai, pandangi sunrise dan sunset, gelombang laut, resapilah saat hujan dan badai menerpa, guntur dan kilat menyambar, semua merupakan kalimat akan kebesaran Tuhan. Sekali lagi, makna yang tersimpan dalam kalimat tanpa tulis dan kata-kata. Kalimat yang tidak dibatasi oleh bahasa, suku, dan bangsa tertentu. Kata-kata dan huruf yang tidak terkungkung oleh adat istiadat, tradisi, dan ajaran tertentu.  Istilah yang tidak tergantung oleh ilmuwan tertentu. Karena hakekatnya adalah kalimat universal, diperuntukkan untuk segala yang hidup, tidak terbatas manusia, namun binatang dan makhluk gaib semuanya. Tidak terbatas hanya untuk pemimpin, kepala suku, rakyat jelata, bangsawan, orang-orang sudra. Itulah bukti nyata kebesaran Tuhan Yang maha Tunggal, Yang lebih dari Maha Besar. Tuhan yang lebih dari Maha Adil dan Bijaksana.  Sayang sekali, manusia sering bertengkar gara-gara tak mampu menangkap anugrah perbedaan.

Haruskah manusia dikudeta oleh binatang ? Ataukah manusia harus berguru kepada makhluk hidup lainnya, kepada binatang melata, kepada burung, gajah, atau bahkan kepada makhluk gaib. Karena mereka tidak pernah tercemar oleh polusi nafsu diniawi seperti manusia, sehingga mereka masih memiliki ketajaman instink dalam menangkap bahasa dan kalimat Tuhan. Mengerti bilamana akan terjadi bencana dan musibah alam. Jujur saja kami sering dipaksa harus berguru kepada mereka. Dan saya tidak terlalu berani menyombongkan diri sebagai makhluk paling sempurna di antara semua makhluk Tuhan, hanya gara-gara memiliki akal-budi. Bukankah kita dapat menjadi hina, lebih hina daripada binatang paling hina sekalipun, hanya karena salah kelola akal-budi kita.

BERGURU PADA ORANG BODOH
Orang-orang zaman dulu seringkali dianggap orang bodoh, cubluk, kekolotan, tidak canggih, tradisionil, serta udik. Penilaian subyektif hanya berdasarkan penglihatan mata wadag dan hanya bersadarkan dari omongan ke omongan orang yang sama-sama tidak menilai secara subyektif. Asumsi di atas merupakan hak setiap orang melakukan penilaian. Namun perlu lebih hati-hati dalam melakukan penilaian, sebab jika yang salah kaprah akan menjadi sia-sia bahkan merugikan diri sendiri. Pada saat banyak orang ramai-ramai memberikan asumsi negatif akan tradisi kuno, saat itu pula kami mencoba berfikir positif, dan bertanya-tanya mengapa penilaian negatif itu muncul. Bagaimana seandainya saya ada di pihak yang dinilai negatif.

Leluhur bangsa di masa lalu sejak 2500 tahun SM telah melakukan kegiatan spiritual. Perjalanan spiritualnya semakin berkembang seiring perjalanan waktu ke waktu. Pada intinya, leluhur masa lalu sangat menganjurkan agar manusia mengamati tanda-tanda kebesaran Tuhan dengan mencermati alam semesta. Hal ini menimbulkan apa yang disebut sebagai “ngelmu titen”. Ilmu untuk mencermati segenap tanda-tanda alam sebagai wujud bahasa dan kalimat Tuhan yang tak tertulis. Ngelmu titen diperoleh setelah seseorang rajin mencermati dan membaca tanda-tanda alam. Dengan melakukan semadi di gunung, laut, tempat-tempat sepi. Bukan saja mata wadag yang akan menyaksikan keagungan Tuhan, lebih dari itu, mata batin akan turut menjadi saksi kebesaran Tuhan yang lebih dahsyat lagi, setelah merasakan getaran energi alam, atau daya magis (metafisik) di balik semua unsur-unsur bumi dalam Hasta Brata.

Singkat kata, dengan melakukan perenungan-perenungan, semedi, penghayatan di tempat-tempat tertentu, yang sunyi, indah dan menakjubkan akhirnya dapat menggugah getaran jiwa, dengan membuka kesadaran batin kita sehingga dapat menciptakan harmonisasi atau sinergi antara energi yang ada dalam “jagad kecil” (diri manusia) dengan “jagad besar” (alam semesta).  Bila keselarasan tersebut telah tercipta maka akan membuka pemahaman akan “jati diri Tuhan”, sehingga muncul daya kekuatan “gaib” yang mendorong kita untuk semakin dekat kepada Tuhan. Berkaitan dengan ilmu Hasta Brata, manusia Jawa masa lampau, memiliki ilmu kepemimpinan yang secara kualitas lebih baik dan lebih canggih daripada pemimpin zaman modern saat ini. Dalam artian kemampuannya untuk merumuskan setiap fenomena yang terjadi dan mendiagnosa setiap permasalahan secara tepat, kemudian membuat rencana problem solving kemudian melakukan manuver-manuver yang bersifat konkrit. Meliputi berbagai bidang kehidupan, sosial, politik, ekonomi, hukum. Bidang-bidang kehidupan dapat dideskripsikan secara cermat dan tepat sehingga tidak melakukan kesalahan dalam membuat suatu kebijakan. Pemimpin zaman dulu, memperoleh legitimasi dan kelanggengan kekuasaannya bukan saja karena alur genealogis atau faktor keturunan, lebih penting dari itu kelanggengan kepemimpinan atas dasar sistem kepemimpinan yang bijaksana, adil, dan benar-benar mensejahterakan rakyatnya, sehingga kekuasaannya bertumpu pada power of law kekuasaan dengan legitimasi hukum formal dan pengakuan dari rakyat. Lain halnya dengan kebanyakan pola kepemimpinan zaman sekarang, yang disibukkan manuver-manuver politik mempertahankan kekuasaan, bukan konsentrasi mensejahterakan masyarakat. Sehingga legitimasi politiknya terbalik menjadi law of the power, ia menciptakan “hukum” demi mempertahankan kekuasaannya. Kelemahan paling besar pemimpin zaman sekarang adalah kurang mampu berkomunikasi dengan bahasa alam yang mengisyaratkan pesan-pesan penting dan gaib, apa yang harus dilakukan saat ini dan masa mendatang. Mungkinkah para pemimpin terlalu meremehkan bahasa alam ? Sementara Tuhan mengirimkan isyaratNya melalui bahasa alam itu. Maka terjadilah deadlock, yakni kemacetan komunikasi antara manusia dengan Tuhannya.
sabdalangit

PENYULUH ADALAH BEGAWAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar